Video
Download Qur’an Video :
Download Video Shalat Taraweh :
Download Video Haji :
Download Video Lainnya :
Download Video Dr Zakir Naik :
“Berpeganglah dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing, gigitlah dengan gerahammu dan hati-hatilah kamu terhadap perkara yang baru karena sesungguhnya setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Ahmad 4/126, At Tirmidzy 2676, Al Hakim 1/96, Al Baghawy 1/205 nomor 102)
Blogger Template Design:
Free Blogger Skins
Download Qur’an Video :
Download Video Shalat Taraweh :
Download Video Haji :
Download Video Lainnya :
Download Video Dr Zakir Naik :
LINK BAHASA ARAB
LINK MA’HAD:
Link Majalah & Buletin Islam:
Inilah Jawaban Bagi Mereka yang “Mengkafirkan” Pemerintah Indonesia karena Menggunakan Pancasila dan UUD 1945 sebagai Dasar Negaranya
Apakah Pemerintahan Indonesia dapat dikatakan pemerintahan Islam? Perlu diketahui bahwa pimpinan negaranya seorang muslim, shalat dan puasa dan kebanyakan pegawainya muslim serta kebanyakan penduduknya muslim. Tetapi dasar negaranya Pancasila yaitu :
Jawaban Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafidzahullah-
Tinggalkan pertanyaan ini, berikanlah pertanyaan lain, kita tidak bisa mengatakannya sekarang, Islamiyyah atau tidak Islamiyyah.
“…. Ini (Indonesia-pen) adalah negara kaum muslimin, tercampur di dalamnya Islam dan kesyirikan. Tidak bisa kita katakan sebagai negara Isalam 100%. Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah menjawab tentang negeri Mardin, apakah dia negara Islam atau bukan. Beliau menjawab : “Di dalamnya ada Islam dan ada Kekufuran.” Baarokallaahu fiikum.”
Jawaban Asy-Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili -hafidzahullah-
Pertama-tama, dalam menghukumi pemerintahan tertentu, kita harus melihat di atas apa Negara itu berdiri, dasar-dasarnya dan UUD nya. Maka kita perlu melihat banyak perkara, susah/tidak bisa kita menghukumi dengan hanya melihat sebagian dasarnya. Kita harus melihat seluruh dasar-dasar dan prinsip-prinsipnya.
Kalimah hukumah adalah masdar dari……حكـم Yakni diambil dari kata-kata hukum. Maka semua undang-undang, hukumnya harus dilihat apakah sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Kita harus melihat kepada semua hukum yang dipergunakan. Seorang penguasa muslim yang menyatakan keislamannya, mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjaga syiar-syiar Islam, tidak syak (ragu-pen) lagi bahwa dia seorang muslim. Kita tidak menghilangkan keislamannya kecuali setelah melihat kekafiran yang jelas dan terang. “Siapa yang telah menetapkan ke-Islamannya dengan yakin, tidak dapat hilang ke-Islamannya itu dengan sesuatu yang meragukan”.
Adapun jika ada padanya tanda-tanda kefasikan, kemaksiatan bahkan kekufuran_yang kadang-kadang hal ini tidak diketahui oleh sebagian muslimin_dia tidaklah harus dikafirkan. Seorang muslim selama dia bersyahadat dan beriltizam (komitmen) dengan shalat, maka dia tetap seorang muslim. Adapun mengenai hukumah atau pemerintahan, kita perlu melihat apa yang dipakai sebagai hukumnya.
SUMBER : Majalah Salafy Edisi Khusus/33/1420 H/1999 M Halaman 61-62 dan 64
* * *
Lajnah Daimah (Dewan Riset dan Fatwa) ditanya : “Orang yang memutuskan perkara tidak dengan apa yang diturunkan Allah, apakah dia masih muslim atau kafir akbar dan apakah diterima amalannya?”
Dewan menjawab :
Segala puji hanya milik Allah, semoga Shalawat dan salam tercurah kepada Rasul-Nya dan para sahabatnya, selanjutnya :
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang kafir.” (Al-Maidah : 44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang zalim.” (Al-Maidah : 45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang fasiq.” (Al-Maidah : 47)
Akan tetapi apabila dia menganggap halal perbuatan demikian, bahkan meyakini hal itu boleh, maka dia kafir, kufur akbar, zalim akbar, fasik akbar yang menyebabkan keluar dari Islam.
Adapun jika dia melakukan itu karena suap, atau tujuan tertentu, dan masih meyakini haramnya perbuatan tersebut, maka dia berdosa, dan dianggap kafir, kufur ashghar(kecil-pen) dan fasik ashghar, tidak mengeluarkannya dari Islam. Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama tentang tafsir ayat-ayat tersebut.
Wabillaahi taufiq. Semoga shalawat senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Sumber : Halaman 159-160 Buku “TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH = KAFIR?” Judul Asli Fitnah Attakfiir karya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Alih Bahasa Abu Muhammad Harits Abrar Thalib, Penerbit Pustaka Ar-Rayyan, Solo, 2005.
* * *
Al-’Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala berkata setelah menjelaskan sebab kesesatan: “Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka tidak boleh membawa ayat-ayat ini kepada sebagian pemerintah kaum muslimin dan para hakim mereka yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah berupa undang-undang buatan manusia. Saya berkata: tidak boleh mengkafirkan mereka dan mengeluarkannya dari agama, jika mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.Walaupun mereka berdosa dengan sebab berhukum dengan selain yang diturunkan Allah. Sebab walaupun mereka seperti Yahudi dari sisi berhukum tersebut, namun mereka menyelisihinya dari sisi yang lain, yaitu keimanan mereka dan pembenaran mereka dengan apa yang diturunkan Allah. Berbeda dengan Yahudi yang kafir, mereka mengingkari (hukum Allah).”
Beliau berkata pula: “Kekufuran terbagai menjadi dua macam: kufur i’tiqadi dan amali. Adapun i’tiqadi tempatnya di hati, sedangkan amali tempatnya di jasmani. Barangsiapa yang amalannya kufur karena menyelisihi syariat dan sesuai dengan apa yang diyakini dalam hatinya berupa kekafiran, maka itu kufur i’tiqadi yang tidak diampuni Allah dan dikekalkan pelakunya dalam neraka selamanya. Adapun bila perbuatan tersebut menyelisihi yang diyakini dalam hati, maka dia mukmin dengan hukum Rabb-nya. Namun penyelisihannya dalam hal amalan, maka kekafiran adalah amali saja dan bukan kufur i’tiqadi. Dia berada di bawah kehendak Allah, jika Dia menghendaki maka disiksa dan jika Dia menghendaki maka diampuni. (lihat Silsilah Ash-Shahihah karya Al-’Allamah Al-Albani rahimahullah, 6/111-112)
Al-’Allamah Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah Ta’ala berkata:
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah karena meremehkan, atau menganggap hina, atau meyakini bahwa yang lainnya lebih mendatangkan kemaslahatan dan lebih bermanfaat bagi makhluk, atau yang semisalnya, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Di antara mereka adalah orang yang membuat undang-undang untuk manusia yang menyelisihi syariat Islam agar dijadikan sebagai metode yang manusia berjalan di atasnya.
Karena mereka tidaklah meletakkan undang-undang yang menyelisihi syariat Islam tersebut melainkan mereka meyakini bahwa hal tersebut lebih bermaslahat dan bermanfaat bagi makhluk. Karena telah diketahui secara akal yang pasti dan secara fitrah bahwa tidaklah manusia berpaling dari suatu metode menuju metode yang lain yang menyelisihinya, melainkan dia meyakini adanya keutamaan metode yang dia condong kepadanya dan adanya kekurangan pada metode yang dia berpaling darinya.
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah namun dia tidak merendahkan dan meremehkannya, dan tidak meyakini bahwa hukum yang selainnya lebih mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya atau yang semisalnya, maka dia dzalim dan tidak kafir. Dan berbeda tingkatan kedzalimannya, tergantung yang dijadikan sebagai hukum dan perantaraan hukumnya.
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah bukan karena merendahkan hukum Allah, tidak pula meremehkan dan tidak meyakini bahwa hukum yang lainnya lebih mendatangkan maslahat dan lebih manfaat bagi makhluknya atau semisalnya, namun dia berhukum dengannya karena adanya nepotisme terhadap yang dihukum, atau karena sogokan, atau yang lainnya dari kepentingan dunia maka dia fasiq dan tidak kafir. Dan berbeda pula tingkatan kefasiqannya, tergantung kepada ada yang dia jadikan sebagai hukum dan perantaraan hukumnya.”
Kemudian beliau berkata: “Masalah ini, yaitu masalah berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah, termasuk permasalahan besar yang menimpa para hakim (pemerintah) di jaman ini. Hendaklah seseorang tidak terburu-buru dalam memberi vonis (kafir) kepada mereka dengan apa yang mereka tidak pantas mendapatkannya, sampai jelas baginya kebenaran, karena masalah ini sangatlah berbahaya –kita memohon kepada Allah untuk memperbaiki pemerintahan muslimin dan teman dekat mereka–. Sebagaimana pula wajib atas seseorang yang Allah berikan kepadanya ilmu, untuk menjelaskan kepada mereka supaya ditegakkan kepada mereka hujjah dan keterangan yang jelas, agar seseorang binasa di atas kejelasan dan seseorang selamat di atas kejelasan pula. Jangan dia menganggap rendah dirinya untuk menjelaskan dan jangan pula dia segan kepada seorang pun, karena sesungguhnya kemuliaan itu milik Allah, Rasul-Nya dan milik kaum mukminin.” (Lihat Syarah Tsalatsatul Ushul, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 158-159. Lihat pula kitab Fitnatut Takfir, hal. 98-103)
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
Mereka ditanya: “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah apakah dia muslim atau kafir kufur akbar (yang mengeluarkan dari Islam) dan tidak diterima amalannya?’
Mereka menjawab:
Allah berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْظَالِمُوْنَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang yang dzalim.” (Al-Maidah: 45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47)
Namun apabila dia meyakini halalnya hal tersebut dan meyakini bolehnya maka ini kufur akbar, dzalim akbar dan fasiq akbar yang mengeluarkan dari agama.
Adapun jika dia melakukan itu karena sogokan atau karena maksud lain, dan dia meyakini haramnya hal tersebut, maka dia berdosa, termasuk kufur ashgar, dzalim ashgar, dan fasiq ashgar yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Semoga Allah memberi taufiq, dan shalawat serta salam dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya.
Atas nama:
Ketua: Abdul ‘Aziz bin Baz
Wakil ketua: Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota: Abdullah Ghudayyan
(Lihat Fitnatut Takfir, hal. 104-105)
Wallahul muwaffiq. [http://www.asysyariah.com)
Sumber artikel: http://kaahil.wordpress.com
Dalam fakta sejarah, paganisme merupakan agama sesat pertama yang dianut oleh manusia bermula saat mereka membutuhkan panutan untuk dijadikan sebagai pedoman hidup, mereka mengangkat pemimpin yang shalih, dicintai dan dihormati. Penghormatan tersebut tidak terbatas pada saat sang pemimpin masih hidup, namun berlanjut hingga ketika dia sudah meninggal.
Hal tersebut diwujudkan dengan membuat patungnya sebagai simbol penghormatan yang pada akhirnya digunakan sebagai sesembahan. Fenomena menyembah patung ini sudah mulai bergeser bentuk pada zaman sekarang, manusia sudah tidak lagi membuat patung sesembahan. Namun mereka masih mengeramatkan makam tertentu dan meminta segala kebu-tuhannya kepadanya. Bahkan seorang kuburi sebutan untuk penyembah kuburan- berkeyakinan bahwa mengunjungi makam wali sama dengan mendapatkan kenikmatan dunia dan akhirat.
Mereka juga menyamakan makam wali dengan Baitullah al-Haram (Ka’bah) dan menziarahinya dianggap sebagai pelaksanaan ibadah haji baginya. Simak Kajian Para Asatidzah berikut ini seputar kuburan yang disembah.
Download File:
Sumber: http://suaraquran.com/
Artikel Terkait
sumber : http://alqiyamah.wordpress.com/2010/04/19/download-audio-mengapa-mereka-menyembah-kuburan/Makam / Kuburan yang Dianggap Keramat di Dalam Masjid
Ringkasan materi kajian berikut sangat bagus untuk disampaikan dalam kotbah jumat ataupun kutbah kajian agar masyarakat memahami inti permasalahan mengenai larangan menganggap keramat (pengagungan) terhadap makam / kuburan orang shalih / wali Allah. Sehingga setelah dipahami inti dari permasalahan pengagungan kuburan orang shalih, masyarakat dapat menyikapi kejadian Tanjung Priok Berdarah – Pembelaan Terhadap Makam Keramat Habib Hadad Mbah Priok dengan adil. Foto-foto Tragedi Tanjung Priok Berdarah menunjukkan betapa bahayanya pengagungan kuburan orang shalih sampai darahpun tertumpah untuk membelanya.
Rasulullah bersikap keras terhadap orang yang beribadah kepada Allah tetapi melakukannya di kuburan orang shalih. Beliau juga melarang Yahudi dan Nashrani menjadikan kuburan orang shalih mereka sebagai Masjid. Hal ini dikarenakan pengagungan kuburan orang shalih ini termasuk salah satu sebab terbesar terjadinya kesyirikan.
Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa´, yaghuts, ya´uq dan nasr”. [Nuh : 23]
Ibnu Abbas menafsirkan firman Allah diatas bahwa kelima orang shalih tersebut hidup di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat maka dibuatkanlah patung untuk mengenang kesalihan mereka, dan kuburan mereka dijadikan tempat i’tikaf. Maka syaitan menghiasi amalan ini sehingga masyarakat menganggapnya sebagai amalan yang bagus. Maka setelah berlalu beberapa generasi dan hilang ilmu bahwa patung tersebut hanya sekedar pengingat terhadap kesalihan orang tersebut, maka dijadikanlah patung-patung tersebut sebagai sesembahan selain Allah.
Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al Muwatha’ bahwa Rasulullah bersabda, “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, sangat keras kemurkaan Allah terhadap kaum yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid.”
Hadits dengan riwayat Imam Malik ini terputus sanadnya, akan tetapi terdapat hadits yang lain yang tersambung sanadnya kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam. Diantaranya diriwayatkan oleh Imam Al Bazar dari sahabat Abu Sa’id Al Khudry bersambung terhadap Rasulullah. Dan diriwayatkan Imam Ahmad dari sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
Ya Allah janganlah engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah, Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.
Sehingga hadits Imam Malik diatas secara umum dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani berdasarkan jalan-jalan yang lain.
Rasulullah berdoa seperti di atas karena khawatir apabila umat Islam terjatuh kepada kesyirikan setelah kematian Rasulullah baik dengan jalan menjadikan kuburan orang shalih sebagai masjid ataupun dengan sebab yang lain. Sehingga merupakan kesalahan bagi orang yang menganggap bahwa larangan pembuatan patung atau gambar orang shalih yang dikhawatirkan menjadi berhala yang disembah hanya berlaku bagi umat terdahulu saja. Dalam hadits disebutkan bahwa akan muncul suatu kaum dari umat Islam yang selalu mengikuti langkah-langkah Yahudi dan Nashrani, bahkan tatkala mereka masuk ke dalam lubang biawak, sekelompok umat Islam tersebut tetap mengikuti mereka. Dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak akan terjadi hari kiamat sampai ada sebagian umat Islam yang menyembah berhala.
Doa Nabi di atas dikabulkan Allah, sebagaimana doa Nabi Ibrahim agar beliau dan keturunannya dijauhkan dari penyembahan terhadap berhala.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. [Ibrahim : 35]
Salah satu hikmah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam dikuburkan di tempat beliau meninggal tidak di kuburan umum kaum muslimin adalah untuk menghindari terjadinya pengagungan kuburan beliau.
Terdapat tiga makna menjadikan kuburan sebagai masjid, yaitu :
Dalam riwayat Imam Muhammad bin Jarir Ath Thabari ketika membawakan penafsiran Imam Mujahid (murid sahabat Ibnu Abbas) mengenai firman Allah :
Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Laata dan Al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? [An-Najm : 19 – 20]
Terdapat dua cara dalam membaca kata Al Laata ini, yaitu :
Mujahid membaca Al Laata dengan Al Laatta (dengan tasydid), sehingga ditafsirkan bahwa patung putih yang terdapat di Thaif dulunya sebagai orang yang membuatkan adonan roti (memberikan pelayanan, Khadimul Haramain) untuk para jama’ah haji yang datang ke Makkah dan Madinah, memiliki kebaikan yang banyak dan sangat disenangi masyarakat. Maka tatkala orang ini mati orang-orang menjadikan kuburannya sebagai tempat untuk i’tikaf.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah melaknat wanita yang berziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid dan yang memberikan lentera (lampu) di kuburan.
Akan tetapi hadits dengan lafadh di atas terdapat kelemahan, sedangkan dalam hadits Hasan bin Tsabit yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah dengan sanad yang lebih kuat disebutkan bahwa yang dilaknat adalah wanita yang sering menziarahi kubur, sehingga wanita kadang-kadang boleh berziarah kubur.
Kesimpulan dari ringkasan kajian di atas bahwa kita dilarang menjadikan kuburan orang shalih sebagai masjid baik dengan membangun masjid di atas kuburan, shalat di atas kuburan, shalat menghadap kuburan, ataupun ibadah-ibadah lain yang dilarang mengerjakannya di kuburan seperti membaca Al-Qur’an dan i’tikaf (berdiam diri). Karena mengerjakan ibadah-ibadah tersebut di kuburan orang shalih dan berlebihan dalam mengagungkannya merupakan salah satu pintu terbesar terjerumusnya seseorang dalam kesyirikan.
———————————————————-
Negara Indonesia yang terkenal dengan jumlah umat Islamnya yang besar tercoreng dengan kejadian Tragedi Pengagungan Kuburan Makam Keramat Mbah Priok di Tanjung Priok Jakarta tanggal 1 April 2010.
Dimana banyak umat Islam yang tertipu dengan kisah, sejarah, cerita, mitos atau gelar Habaib / Habib yang dianggap memiliki karomah / menjadi wali Allah sehingga mereka diagung-agungkan baik semasa hidupnya terlebih setelah meninggal.
Salah satunya adalah makam Syekh Habib Hasan bin Muhammad Al-Hadad atau disebut juga dengan Mbah Priok yang dimakamkan di Tanjung Priok Jakarta.
Banyak orang yang berziarah ke kuburan yang dianggap keramat ini.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan hal ini dapat didengarkan dari kajian berikut ini. Semoga bermanfaat.
Download Kajian:
Artikel Terkait: